Sebagai
contoh, fairness bisa berupa perlakuan yang adil terhadap pemegang saham
minoritas; transparency menunjuk pada penyajian laporan keuangan yang akurat
dan tepat waktu; sedangkan accountability diwujudkan dalam bentuk fungsi dan
kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi yang harus dipertanggung jawabkan.
Sementara
itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven karena lebih
mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Stakeholders perusahaan bisa mencakup karyawan beserta keluarganya, pelanggan,
pemasok, komunitas setempat, dan masyarakat luas, termasuk pemerintah selaku
regulator. Di sini, perusahaan bukan saja dituntut mampu menciptakan nilai
tambah (value added) produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, melainkan
pula harus sanggup memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya itu
(Supomo, 2004).
Namun
demikian, prinsip good corporate governance jangan diartikan secara sempit.
Artinya, tidak sekadar mengedepankan kredo beneficience (do good principle),
melainkan pula nonmaleficience (do no-harm principle) (Nugroho, 2006).
Perusahaan
yang hanya mengedepankan benificience cenderung merasa telah melakukan CSR
dengan baik. Misalnya, karena telah memberikan beasiswa atau sunatan massal
gratis. Padahal, tanpa sadar dan pada saat yang sama, perusahaan tersebut telah
membuat masyarakat semakin bodoh dan berperilaku konsumtif, umpamanya, dengan
iklan dan produknya yang melanggar nonmaleficience.
Sumber :
- Harian
Pikiran Rakyat, 22 April 2008 Oleh Edi Suharto.
-
Penulis, analis kebijakan sosial dan konsultan CSR, Pembantu Ketua I Bidang
Akademik STKS Bandung.
http://abhinasd.blogspot.com/2010/11/contoh-kasus-tanggung-jawab-sosial.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar